RumahMigran.com – Kematian adalah jalan menuju kekekalan. Tak heran jika ada banyak tradisi ritual upacara kematian maupun kebudayaan untuk mengantarkan kerabat maupun keluarga yang sudah meninggal dunia.
Ritual ini bertujuan untuk memuliakan jenazah agar berada di tempat yang sejajar dengan para leluhur. Beberapa suku di Indonesia, menggelar ritual kematian dengan sangat megah dan meriah. Sebagian ada yang menjadikan moment ini untuk menarik wisatawan. Nah, berikut ini adalah ritual kematian yang ada di Indonesia.
1. Rambu Solo
Rambu Solo merupakan ritual upacara kematian yang digelar oleh Tana Toraja. Masyarakat Tana Toraja memiliki keyakinan jika oarang yang meninggal dunia tidak mati jika belum menggelar upacara kematian. Dengan kata lain, orang tersebut hanya sakit dan lemah, sehingga warga Toraja masih bisa mengajak berbicara, memberi makan dan minum, dan akan dibaringkan di tempat tidurnya.
Orang yang sudah meninggal dan diupacarakan akan disemayamkan di tempat keabadian para leluhur yang berlokasi di selatan bumi. Prosesi Rambu Solo juga menentukan status orang mati loh, ada arwah gentayangan (bombo), tingkat dewa (to membali puang), ataupun arwah yang menjadi dewa pelindung (deata).
Selain ritual kematian, Rambu Solo juga merupakan bentuk penghormatan bagi yang masih hidup kepada yang sudah meninggal dunia. Anak-anak dari keluarga yang ditinggalkan akan menyembelih seekor kerbau bule (tedong bonga) dengan harga mencapai 50 juta rupiah per ekornya.
Sebelum disembelih, kerbau-kerbau tersebut akan diadu terlebih dahulu. Setelah disembelih bersama dengan babi-babi yang jadi persembahan, kemudian dagingnya dimasak dan dikonsumsi oleh seluruh warga kampung.
Salah satu yang menjadi ciri khas dari tradisi ini ialah para penari yang membentuk lingkaran dan saling menautkan kelingking berbentuk lingkaran. mereka akan menari sambil membacakan syair yang berisi biografi orang yang meninggal, mulai dari masa kecil hingga kematiannya.
Ritual ini menjadi atraksi yang menarik bagi para wisatawan karena para pelayan akan memegang kain panjang berwarna merah sembari mengantarkan jenazah ke dalam tebing batu.
Baca Juga: 5 Museum Keren yang Harus Kamu Kunjungi Saat Mampir ke London
2. Ngaben
Bagi pemeluk agama Hindu di Bali, orang yang sudah meninggal tidak dimakamkan melainkan dikremasi. Prosesi kremasi itu disebut Ngaben. Ngaben kerap dilakukan dengan begitu mewah. Ngaben memiliki 3 tujuan diantaranya adalah untuk pelepasan ruh dari belenggu duniawi. Masyarakat Hindu percaya jika pelepasan ini akan memudahkan ruh untuk bersatu dengan Tuhan.
Tujuan kedua adalah untuk mengembalikan segala unsur Panca maha Bhuta, yaitu 5 unsur padat seperti tulang, daging, kuku. Apah yang merupakan unsur cair, bayu atau unsur udara. Teja, unsur panas, serta Akasa yang merupakan unsur ether yang keberadaannya memunculkan rongga pada tubuh manusia.
Dan yang terakhir, adalah sebagai simbolisasi dari pihak keluarga. Dengan melakukan uapacara Ngaben berarti keluarga telah ikhlas dengan kepergian jenazah.
Terdapat lima ritual Ngaben, pertama Ngaben sawa wedana. Ritual ini jenazah tak dimakamkan, namun dibaringkan selama tiga sampai tujuh hari setelah waktu meninggalnya. Kedua, Ngaben asti wedana merupakan ritual upacara kematian yang melibatkan jenazah yang pernah dikubur. Ketiga, Swasta, tradisi Ngaben tanpa melibatkan jenazah di dalamnya. Pelaksanaannya biasanya terjadi karena hal yang tidak memungkinkan, seperti ketika jenazah tak ditemukan karena kecelakaan, meninggal di luar negeri, dan lain-lain.
Keempat, Ngelungah, tradisi upacara Ngaben ngelungah dilakukan untuk anak yang belum mencapai waktu tanggal gigi. Dan yang kelima adalah Ngaben warak kruron secara khusus dilaksanakan untuk jenazah bayi yang keguguran.
Baca Juga: 13 Tempat Wisata di Turki Yang Wajib Masuk List Traveling
3. Saur Matua
Masyarakat Batak biasanya menggelar ritual upacara kematian dengan bernyanyi. Upacara kematian masyarakat Batak dibagi dalam usia. Untuk yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) biasanya langsung dikubur, mati saat anak-anak (mate dakdanak), mati saat remaja (mate bulung), dan mati saat sudah dewasa tetapi belum menikah (mate ponggol).
Ritual kematian masyarakat Batak dilakukan sama halnya seperti acara pernikahan. Ada yang menapilkan alat musik untuk bernyanyi, menyembelih hewan, ataupun minum minuman tradisional seperti tuak.
Ternak yang disembelih untuk upacara kematian ini juga hanya berupa kerbau atau sapi. Masyarakat batak melambangkan sukacita pada upacara kematian. Hal ini dikaitkan dengan usia orang yang sudah meninggal tersebut. Orang yang meninggal di usia tua berarti dia sudah berhasil mendidik anak-anaknya sampai menikah dan hanya tinggal menunggu kematiannya dengan sukacita.