RumahMigran.com – Selalu ada kisah inspiratif dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri. Salah satunya adalah Waras, satu dari sekian banyak cerita PMI jadi sarjana yang kami angkat dalam artikel kali ini.
Waras, 44 tahun, adalah salah satu contoh PMI yang berhasil jadi sarjana dan kini bekerja sebagai karyawan di pabrik onderdil di Korea Selatan. Pada 2017, warga Trenggalek, Jawa Timur ini, lulus sebagai seorang sarjana di Universitas Terbuka (UT) kelompok belajar di Korea Selatan.
Waras sudah 20 tahun melakoni profesi yang sama di Negeri Gingseng tersebut. Ia berangkat sebagai PMI bermodalkan ijazah SMEA Islam Durenan, Trenggalek.
Hal ini dapat menjadi contoh PMI-PMI lainnya, bahwa untuk mencapai sekolah tinggi seperti bangku perkuliahan, jika ada niat pasti akan terlaksana dan terkabul.
Baca Juga: Berkenalan Dengan Mbok Cikrak, Sang PMI Cantik di Taiwan Sukses Jadi Bos Tiket dan Youtuber
Memakai Uang Sendiri Untuk Berkuliah
Waras tak hanya bersekolah di UT tersebut untuk mencari ijazah semata. Ia ternyata mencintai ilmu pengetahuan sedari kecil.
”Saya masuk UT umur 40 tahun, sekarang 44 tahun. Di situ, semua mahasiswa umurnya di bawah 25 tahun,” kata Waras.
”Dari mulai kenal sekolah, saya memang suka dengan pendidikan. Ketika kecil saya hidup di musala dan masjid, karena ingin pengetahuan. Tapi karena orang tua dan (faktor) biaya, (saya) berhenti (sekolah). Tapi saya tidak putus asa.”
Tadinya, Waras ingin kembali ke Indonesia paska tiga kali perpanjangan kontrak yang rampung pada 2011. Tetapi ia mengurungkan rencananya usai mendengar informasi UT tersebut membuka kelas belajar Korea Selatan. Waras pun melamar ke UT tersebut dengan sistem tutor seminggu sekali.
Tentunya kisah PMI jadi sarjana Waras bukan hal yang mudah dilalui walau sepintas kuliah seminggu sekali terdengar hal kecil. Ini dikarenakan ia harus bekerja hingga 12 jam di sebuah pabrik.
Terutama ini dirasakan saat memperoleh giliran kerja malam. Ia harus cepat ke kampus setelah jam kerja rampung. Ia menceritakan untuk kerja giliran malam, ia bekerja mulai jam 8 malam hingga jam delapan pagi di hari besoknya. Agar tetap bugar, ia memaksimalkan jam istirahat yang berdurasi 1,5 jam. Setelahnya, ia harus bersiap ke kampus.
Waras juga beristirahat saat perjalanan ke kampus yang setidaknya memakan waktu satu jam. Setelah selesai bersekolah hingga jam 5 sore, ia harus bekerja pukul 8 malam lagi.
Agar tercapai cita-citanya, Waras memakai uang sendiri dari gaji yang dia terima. Tekad dan kesanggupan mengelola waktu bisa mengantarnya meraih mimpi. ”Dengan dasar niat dan tekad kuat, meskipun waktu sedikit, saya gunakan dengan baik.”
Baca Juga: Viral Hanya Lulusan SD, Pekerja Migran Wanita Ini Berhasil Jadi Miliarder Di Mekkah
Ingin Menciptakan Lapangan Kerja Bagi Sesama
Ternyata Waras berusaha kerja dan lulus sebagai sarjana sebab ingin membuka lapangan kerja, bukan untuk melamar pekerjaan baru.
”Salah kalau bilang ijazah ini untuk kerja, persepsi saya tidak begitu. Ilmunya yang kepingin saya manfaatkan untuk menciptakan lapangan kerja,” kata Waras.
Ia berencana menghidupkan usaha kuliner nenek moyangnya yang sempat maju pada era 1960 hingga 1990.
“Tiap kali dengar nama nenek saya, orang dari daerah saya pasti kenal. (Tapi) sampai sekarang anak-cucunya tidak ada yang meneruskan. Yang terpikir, apa ini jodoh saya untuk mengembangkan itu?”
Ia berharap bisa mempekerjakan saudara-saudaranya yang putus sekolah dan membutuhkan pekerjaan setelah usaha kulinernya siap beroperasi.
Baca Juga: Tak Mau Balik Kerja Di Luar Negeri, Mantan PMI Singapura Ini Malah Sukses Bisnis Jamur dan Raih Omzet Jutaan Rupiah
Ada Banyak PMI Jadi Sarjana di Korea Selatan
Menyambung kisah inspiratif PMI yang berhasil jadi sarjana dari Waras, Syarif Hidayat, Koordinator Umum UT Korea Selatan, mengatakan sebagian besar PMI ikut mendaftar sebagai mahasiswa Kelompok Belajar UT di negara tersebut sejak dibuka enam tahun silam dan jumlahnya telah mencapai seribu orang.
Dari seribu mahasiswa tersebut, antara 300 dan 400 aktif berkuliah per semesternya.
Ada pun yang aktif setiap semester berkisar antara 300 dan 400 mahasiswa.
”Kalau lancar, kuliah di sini (Korea Selatan) sama dengan di Indonesia. Delapan semester sudah bisa selesai. Tapi kalau mengulang, ada yang 13 semester baru lulus. Itu yang paling lama,” kata Syarif.
Menurutnya, untuk lulus, setiap PMI harus melewati tantangan yang tidak mudah dikarenakan harus bekerja antara 10 dan 14 jam dalam sehari. Libur hanya di Hari Minggu.
”Jadi memang ada keterbatasan waktu, tidak seperti mahasiswa reguler yang bisa belajar kapan pun.”
Per 2017, sekitar 2.100 WNI yang tinggal di luar negeri mengikuti kuliah UT. Jumlah tersebut berada di 34 negara dengan 51 lokasi ujian. Mayoritas berada di
Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Yunani.