RumahMigran.com – Kematian mendadak orang terkasih bisa menimbulkan trauma mendalam. Ada hal yang belum terungkap tetapi mereka sudah pergi di luar dugaan. Inilah yang menginspirasi Itaru Sasaki membuat telepon angin sebagai cara warga Jepang berbicara dengan yang sudah meninggal dunia.
Mungkin terdengar aneh tetapi ide Sasaki tersebut telah membantu beberapa warga setempat tetap terhubung dengan yang sudah wafat. Sebagai contoh adalah Kazuyoshi Sasaki yang sambil sedih memencet pelan nomor ponsel mendiang istrinya, Miwako.
Miwako adalah salah satu dari hampir 20 ribu warga Jepang yang meninggal akibat bencana gempa bumi pada 11 Maret 2021 di timur laut Jepang. Selain dirinya, banyak penyintas yang menggunakan telepon angin yang berlokasi di Otsuchi tersebut untuk menghubungi keluarga mereka yang ikut menjadi korban.
Setelah gempa tersebut, Sasaki mencari sang istri dengan mengunjungi pusat evakuasi dan kamar mayat sementara. Hingga kini, pengalaman buruk tersebut masih melekat di ingatan.
“Aku mengirimimu pesan yang memberitahumu di mana aku berada, tapi kamu tidak memeriksanya” kata Sasaki sambil menangis, dikutip dari Reuters, 5 Maret 2021.
“Ketika aku kembali ke rumah dan melihat ke langit, ada ribuan bintang, itu seperti melihat kotak permata. Aku menangis dan menangis dan tahu bahwa begitu banyak orang pasti telah meninggal,” lanjut dia.
Baca Juga: 8 Prinsip Hidup Orang Jepang Yang Keren Banget Dan Wajib Ditiru, Pantes Negaranya Maju!
Juga Menjadi Alat Penghubung Dengan Keturunan Sekarang
Telepon angin adalah cara warga Jepang untuk berbicara dengan yang sudah meninggal ikut dimanfaatkan oleh Sachiko Okawa. Sehari sebelum Sasaki, Okawa menelepon Toichiro, sang suami yang sudah menjadi teman hidup selama 44 tahun dan kini telah tiada.
“Aku kesepian. Sampai jumpa, aku akan segera kembali,” kata dia dengan suara serak. Sachiko merasa suara Toichiro terdengar di ujung telepon. Berbicara via telepon ini membuatnya merasa lebih baik.
Telepon angin turut menjadi medium penghubung antara keturunan di dunia dengan nenek moyang yang sudah meninggal dunia. Sebagai contoh adalah Sachiko yang mengajak kedua cucu mereka agar berbicara dengan kakek mereka.
“Kakek, ini sudah 10 tahun dan saya akan segera masuk sekolah menengah,” kata Diana, cucu Okawa yang berusia 12 tahun. “Ada virus baru yang membunuh banyak orang dan itulah alasan mengapa kami memakai masker, tapi kami semua baik-baik saja,” kata dia.
Baca Juga: Apa-apa Dijamin Pemerintah, Ini Rahasia Orang Jepang Berumur Panjang
Kisah di Balik Telepon Angin
Ada kisah haru di balik penciptaan bilik telepon angin, yang kini menjadi cara warga Jepang berbicara dengan yang sudah tiada. Itaru Sasaki mengatakan ia membuat telepon tersebut setelah kanker merenggut nyawa saudaranya. Kejadian tersebut terjadi beberapa bulan sebelum bencana.
“Ada banyak orang yang tidak bisa mengucapkan selamat tinggal. Ada keluarga yang berharap mereka bisa mengatakan sesuatu, seandainya mereka tahu mereka tidak akan berbicara lagi,” kata Itaru.
Siapa sangka kini idenya menarik perhatian orang, tak hanya dari Jepang tetapi juga dari Inggris dan Polandia. Mereka menggunakannya untuk terhubung dengan sanak saudara yang wafat karena sakit dan bunuh diri selain bencana tersebut.
Sedangkan bagi yang berada di Inggris dan Polandia, mereka ingin memakai telepon angin itu untuk terkoneksi dengan kerabat yang wafat akibat virus corona. Hal tersebut diutarakan oleh penyelenggara tersebut langsung ke Itaru. Menurut Itaru, niat tersebut mirip dengan keinginan banyak penyintas bencana tersebut sebab pandemi seperti bencana yang tiba-tiba datang sehingga menimbulkan kesedihan mendalam bagi yang ditinggalkan.