RumahMigran.com – Persoalan tentang perlindungan hukum pekerja migran menjadi yang paling menuai perhatian dengan masih maraknya kasus hukum yang menyangkut Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal tersebut menandakan perlindungan bagi PMI yang masih lemah.
Padahal perlindungan hukum pekerja migran menduduki posisi atas perhatian pemerintah terbukti dengan bergulirnya sederet aturan tentangnya. Contohnya adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 mengenai Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). UU tersebut menguatkan peraturan sebelumnya, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 mengenai Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Aspek perlindungan hukum pekerja migran menjadi faktor dominan dalam UU PMI. Dalam aturan tersebut, Pemerintah Indonesia menjalankan tanggung jawab dalam menentukan PMI sebelum berangkat, saat menjalankan kontrak kerja dan paska sampai di negara penempatan. Pihak swasta hanya bertanggung jawab dalam menempatkan PMI saja.
Aturan pendukung lainnya
Di samping UU Nomor 18 Tahun 2017 di atas, Pemerintah Indonesia turut menerbitkan Peraturan Menlu Nomor 5 Tahun 2018 mengenai Perlindungan WNI di Luar Negeri. Terdapat pula Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Bahkan persoalan jaminan sosial dituangkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2018. Peraturan tersebut secara khusus membahas tentang jaminan sosial bagi PMI.
Pada level internasional, perlindungan hukum terhadap pekerja migran sama-sama menjadi pokok bahasan negara pengirim dan penerima PMI, termasuk Indonesia. Mayoritas negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyepakati inisiasi tersebut.
Sebagai wujud konkretnya, pada 10 dan 11 Desember 2018 telah berlangsung konsensus Global Compact for Sale, Orderly and Regular Migration (GCM). GCM menggunakan prinsip, seperti berfokus pada publik, mengedepankan kemitraan internasional, dan tidak mengikat secara hukum.
Beragam aturan turunan pun dibuat dengan target mencapai 23 objek dalam GCM. Obyek tersebut diterapkan pada level global, regional, nasional, dan daerah.
Baca Juga: Undang-undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
GCM perkuat posisi Indonesia
Sebagai negara pengirim PMI, GCM dapat membantu Indonesia dalam mengatasi permasalahan menyangkut PMI. Direktur Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang pada Direktorat Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Kamapradipta Isnomo mengatakan keamanan dan keselamatan PMI di negara penempatan terjadi akibat munculnya masalah saat pemberangkatan mereka, terlebih pada sektor informal.
GCM dapat membantu pihak yang berkepentingan dalam menyusun prosedur keberangkatan para PMI. Pihaknya telah melakukan sosialisasi GCM dalam sebuah acara Lokakarya GCM di Lombok pada Agustus 2019. Lombok dipilih sebab menjadi daerah ketiga pengirim PMI.
Kama menambahkan ketiadaan keterikatan hukum justru menguntungkan negara yang menyepakatinya sebab bisa menerapkan GCM sesuai aturan tiap negara. Indonesia sendiri saat negosiasi banyak menyinggung perihal prioritas penguatan perlindungan hukum bagi pekerja migran. Sebagai turunannya, Indonesia menyusun basis data mengenai migrasi internasional, penghilangan diskriminasi, pemberantasan perdagangan manusia, dan sebagainya.
“GCM ini dimensi manusianya sangat penting. Terdapat objek yang fokus pada persoalan pekerja migran wanita serta anak-anak. Hal ini karena banyak pekerja migran membawa anak-anak mereka ikut ke luar negeri,” jelas Kama.
Di lain pihak, Chief of Mission ad Interim International for Migration (IOM), Dejan Micevski mengatakan negara pengirim PMI harus mematuhi kesepakatan GCM sebagai bagian dari wujud perlindungan pemerintah untuk warga negaranya. Bahkan, ia menyebut, “GCM ini memperkuat hak asasi manusia. GCM ini memberi perlindungan bagi pekerja migran.”