RumahMigran.com – Seringnya Pekerja Migran Indonesia (PMI) unprosedural berangkat ke Arab Saudi untuk berkerja dengan visa umroh dan turis, membuat penempatan PMI ke negara itu tidak maksimal. Belum lagi, banyaknya permasalahan PMI yang terkena permasalahan hukum di sana jadi perhatian Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, BP2MI, dan BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta, Ida memaparkan skema pilot project Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) atau one channel system untuk penempatan PMI ke Arab Saudi. Hal itu juga disebabkan karena Kerajaan Arab Saudi telah punya regulasi dan tata kelola pelindungan pekerja asing untuk sektor domestik.
Dari sektor domestik, permintaan dan minat untuk bekerja ke Arab Saudi cukup tinggi. Tentu upaya untuk mengatasi PMI yang berangkat secara unprosedural atau ilegal dengan visa umroh atau ziarah.
Antara Indonesia dan Arab Saudi telah sepakat untuk mewujudkan tentang tata kelola penempatan dan pelindungan yang lebih baik. Dengan adanya SPSK ini, diharapkan dapat meminimalisir adanya PMI unprosedural.
Menaker Ida juga mengemukakan mengenai hal-hal yang telah diatur di dalam SPSK Arab Saudi, yakni tentang supply dan demand. Terdapat area penempatan yang difokuskan di Arab Saudi (Riyadh, Jeddah, Madinah dan Wilayah Timur yaitu Dammam, Dahran, dan Khobar).
Antara Indonesia dan Arab Saudi juga berusaha untuk saling terintegrasi dengan sistem untuk membatasi Syarikah dan P3MI yang terlibat, dengan cara diseleksi dengan ketat.
Adapun pelaksanaan pilot project itu sendiri adalah selama 6 bulan dengan 2 tahun masa kontrak kerja untuk PMI. Sedangkan untuk jenis pekerjaan yang dibutuhkan dalam pilot project SPSK untuk PMI adalah Housekeeper, Baby Sitter, Family Cook, Elderly Care Taker, Family Driver, dan Child Care Worker.
Sedangkan dalam skema pilot project SPSK tersebut, hubungan kerja PMI langsung dengan syarikah (perusahan penempatan di Arab Saudi), tidak dengan pengguna perseorangan. Kemudian CPMI juga tidak akan dibebankan biaya keberangkatan.
Dan untuk keamanan, nantinya akan dibentuk sebuah joint committee yang fungsinya untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan SPSK tersebut. Untuk format kontrak kerja dan jabatan serta job description telah disepakati standarisasinya.
Sistem SPSK ini menurut Menaker Ida sangat banyak kelebihannya yaitu dalam pelaksanaan rekrutmen dan penempatan dapat dilakukan secara online, kemudian penetapan syarikah oleh pemerintah langsung, jadi tanggung jawab syarikah terhadap PMI secara langsung dan untuk pembayaran gaji dapat dilakukan lewat transfer bank dan akan ada pengawasan atau monitor secara langsung untuk keamanannya.
Sistem SPSK ini mempunyai kelebihan lain yakni apabila ada kasus mengenai pembayaran gaji yang bermasalah, maka paling lambat akan dibayar 2 minggu setelah pembayaran.
Untuk job order hanya yang diverifikasi oleh pemerintah, kemudian adanya joint committee, terdapat kejelasan dispute settlement jika terjadi permasalahan. Terdapat call center serta penerbitan visa kerja yang terkontrol dan ketat.
Kemnaker dalam mendorong pelaksanaan pilot project SPSK ini, akan memfasilitasi penyelenggaraan pelatihan untuk CPMI. Selain itu akan dibangun Balai Latihan Kerja (BLK) khusus PMI serta akan mengarahkan BLK komunitas untuk penyelenggaraan pelatihan bahasa asing. Selain itu, CPMI juga akan dialokasikan Kartu Prakerja.
Dalam penguatan sistem SPSK tentu dibutuhkan satuan tugas untuk melindungi PMI selain memfasilitasi pembentukan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di daerah yang berguna untuk mendekatkan layanan penempatan dan pelindungan untuk CPMI.
Kemnaker juga akan berkoordinasi dengan beberapa instansi terkait dalam melengkapi fasilitas untuk penempatan PMI, selain juga berkoordinasi dengan Ditjen Imigrasi dalam rangka menyatukan sistem dan pengetatan pengurusan paspor PMI.
Sumber: Biro Humas Kemnaker