RumahMigran.com – Program Indonesia mengembangkan kendaraan listrik terus berlanjut dengan salah satu fokusnya adalah membuat kendaraan listrik utuh yang ditargetkan akan selesai maksimal pada 2023.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional/Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro. Ia mengatakan bahwa program Indonesia mengembangkan kendaraan listrik tidak hanya berfokus pada baterai saja.
“Tetapi juga fokus pada misalnya sistem pengendali kendaraan, motornya, sampai kepada kualitas pengisian daya,” kata Bambang kepada Kompas.com dalam pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) Hybrid 2021 pada April 2021.
Fokus kendaraan listrik akan terarah pada bus, baik ukuran besar maupun sedang, dan sepeda motor, tambah Bambang. Untuk bus dan sepeda motor, tambah Bambang, haruslah mempunyai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi dan dibuat di Indonesia.
“Keduanya kita prioritaskan melihat kendaraan itu bisa menarik minat banyak orang,” kata Bambang.
Baca Juga: Fakta Tentang Otoped atau Skuter, Ternyata Sudah Ada Sejak Tahun 1959?
Indonesia Sudah Bersiap Sambut Era Elektrifikasi
Program Indonesia mengembangkan kendaraan listrik sejalan dengan persiapan negara ini menyambut era elektrifikasi. Sektor ini masuk ke dalam peta Prioritas Riset Nasional (PRN) untuk 2020 hingga 2024, dengan total fokus ke sembilan bidang.
Menurut Bambang, Indonesia sudah siap menyambut era ini sebagaimana terlihat dari pertumbuhan motor listrik nasional yang siap dipakai. Contohnya adalah sepeda motor merk Gesit atau Viar.
“Sebenarnya kalau untuk sepeda motor sudah cukup maju. Namun, kalau untuk mobil (sedan) memang belum menjadi prioritas. Jadi publik melihatnya seolah-olah Indonesia tidak punya mobil listrik, padahal mobil listrik tidak harus sedan,” ucap Bambang.
Baca Juga: Zero 8, Varian Skuter Listrik Performa Tinggi Yang Harganya Terjangkau
Masyarakat Indonesia sampai sekarang belum begitu antusias beralih ke mobil listrik walau pilihan sebenarnya sudah banyak. Di lain pihak, kendaraan listrik menawarkan banyak keunggulan dibandingkan mobil konvensional. Yang pertama adalah lebih irit.
Hanya ada tiga unit penggerak pada mobil listrik, yakni motor penggerak, baterai, dan sistem kelistrikan. Jumlah ini hanya sepertiga dari mobil konvensional sehingga membuat mobil listrik membutuhkan biaya perawatan yang lebih irit.
Biaya untuk mengisi ulang baterai juga lebih rendah daripada harus mengisi bensin pada mobil konvensional. Meski demikian, mobil listrik bisa menempuh jarak jauh. Mengutip kata Franz Wang, Direktur Pemasaran PT Sokonindo Automobile (DFSK), dengan biaya daya listrik hanya Rp42 ribu, mobil DFSK Gelora E bisa menempuh jarak hingga 300 kilometer.
Baca Juga: Kabar Baik! Mobil Suzuki Jimny 5 Pintu Mesin Hybrid, Siap Diluncurkan Tahun 2022
“Karena tidak ada mesin dan hanya baterai, biaya perawatannya juga lebih hemat sekitar 30 persen jika dibandingkan mobil niaga ringan dengan mesin konvensional,” ujar Franz dalam ajang yang sama.
Lebih detailnya, pembelian token listrik Rp100 ribu akan menghasilkan sekitar 73 kWh. Mobil listrik saat ini sendiri mempunyai baterai berkapasitas 65 kWh atau kurang dari itu. Menurut Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, rerata mobil bensin sekarang memerlukan 1 liter bahan bakar minyak (BBM) agar bisa menempuh jarak 1 kilometer. Sedangkan rerata mobil listrik bisa melaju hingga 300 kilometer saat kondisi baterai penuh.
Untuk jarak yang sama, mobil listrik membutuhkan daya listrik 2 kilo watt hour kWh. Dengan hitungan tarif PLN Rp1.467 per kWh, biaya per 10 kilometer mobil listrik hanya Rp2.934. “Satu kWh listrik, kalau rumah tangga Rp 1.467. Kali dua kurang lebih Rp 3.000. Jadi kalau pakai mobil bensin 10 km biayanya Rp 9.500, kalau pakai listrik Rp 3.000,” kata Darmawan.