RumahMigran.com – Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas Perempuan Sumbawa sedang menangani kasus PMI Sumbawa yang hingga sekarang tertahan di Arab Saudi, Malaysia, dan Suriah. Ke-6 Pekerja Migran Indonesia (PMI) tersebut semuanya berasal dari Sumbawa yang belum memperoleh haknya secara keseluruhan.
Sebagai tindak lanjut, usai menerima pengaduan dari LSM tersebut, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengadakan rapat via daring pada 16 Februari 2022. Pihak yang turut hadir adalah perwakilan dari LSM tersebut, perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sumbawa, Unit Pelaksana Teknis (UPT) BP2MI Wilayah Mataram dan beberapa keluarga PMI yang sedang menghadapi kasus di atas.
Baca Juga: BP2MI Kembali Lepas CPMI G to G Korea Selatan
Gaji tidak dibayarkan hingga ditahan majikan
Dalam rapat tersebut diketahui bahwa kasus PMI Sumbawa tersebut bermasalah seputar gaji yang tidak dibayarkan hingga ditahan oleh majikan dan agen di negara mereka bekerja.
Menurut Benny, hanya satu dari enam PMI tersebut yang berangkat secara resmi sebab tercatat di SISKOP2MI. BP2MI telah mengirimkan surat ke perusahaan yang memberangkatkan Marlina namun belum memperoleh tanggapan hingga sekarang.
“Jika memang perusahaan tersebut tidak memenuhi panggilan untuk klarifikasi, BP2MI tidak ragu untuk mengirimkan surat rekomendasi pencabutan izin kepada Kementerian Ketenagakerjaan,” jelas Benny.
Baca Juga: BP2MI gelar Silaturahmi Sosialisasi Peluang Kerja Luar Negeri di Tiga Kota Dengan Ikatan Alumni Training (IKAT) Jepang
Untuk menangani kasus PMI Sumbawa seperti Marlina, BP2MI telah bersurat ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) negara penempatan, Kementerian Luar Negeri, Unit pelaksana Teknis (UPT) Wilayah Mataram serta Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI). Diharapkan upaya tersebut memberikan titik terang mengenai keberadaan ke-6 PMI tersebut dan kondisi mereka sekarang.
Usaha tersebut sama meski ke-5 PMI yang lain termasuk kategori non-prosedural. Benny menegaskan negara tetap memberikan perlindungan kepada PMI non-prosedural sebab mereka adalah warga negara Indonesia atau WNI.
“Kita sedang mencoba mengembangkan sebuah sikap keterbukaan dalam tata kelola BP2MI. Tidak ada hal-hal yang harus disembunyikan di era transparan sekarang ini. Keterbukaan publik menjadi hak rakyat sepenuhnya,” imbuh Benny.
Baca Juga: Siap Beri Sanksi Perusahaan Penyalur Pekerja Migran Yang Langgar Aturan Penempatan, Menaker Ida: Kami Tindak Tegas!
Seruan untuk sosialisasi pemberangkatan PMI secara prosedural
Terkait kasus PMI Sumbawa ini, Novia selaku perwakilan LSM Solidaritas Perempuan Sumbawa mengharapkan tindak lanjut atas masalah yang menimpa ke-6 PMI tersebut.
“Agar hak-hak dari para PMI dapat segera didapatkan. Juga kawan-kawan PMI yang masih di negara penempatan bisa segera dipulangkan sesuai permintaannya,” kata Novia.
Selain itu, ia mengharapkan adanya sosialisasi yang lebih agresif mengenai informasi pemberangkatan PMI secara prosedural, terutama bagi yang tinggal di daerah pedalaman. Tujuannya, agar mereka tidak gampang tergiur bujuk rayu calo yang tidak bertanggung jawab.
Baca Juga: KBRI Kuala Lumpur Pastikan Malaysia Belum Buka Penempatan Untuk PMI
Hal senada juga diungkapkan oleh Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah, Irjen Pol. Achmad Kartiko.
“Sebenarnya, pangkal permasalahannya adalah banyaknya calon PMI yang berangkat secara ilegal. Jadi, teman-teman di daerah diharapkan ikut membantu kami dalam rangka melakukan pencegahan,” kata Achmad Kartiko.
Masih adanya calo dan agen ilegal hingga sekarang masih menjadi masalah besar bagi BP2MI. Benny bahkan menyebut Indonesia saat ini sedang berada dalam situasi darurat penempatan ilegal.